Sulitkah akal tuk menang akan hati. Atau ia hanya mengalah? Puluhan ‘tidak’ menggema diotakku, namun cukup hati berucap 'Ya',
mampu meluluh lantahkan komitmen yang kubangun.
Siapa yang salah? Mata kah, yang salah mengerti arti tatapan? Bibirkah,
yang merekah kala mata menangkap sosoknya?
Atau pipi yang merona,kala mata saling jumpa?
Kurasa, indera itu berulah
semaunya sendiri. Ya, mata, yang menabur bumbu di lubuk. Ia yang menjadi
alasan, pertikaian didalamku. Janji yang
kutegakkan, tuk lenyapkan sosoknya dari pandangku. Hanyalah gema suara tak terdengar. Angin jadi saksi,
akan aku yang tak mampu. Meja meja bisu berdeham manakala memergokiku. Aku memang
selalu gagal, mata ini berbisik . “kau lihat, mungkinkah dia suka?”. Bisikan yang
terdengar gila. Akal berteriak,menjelaskan sejuta rasio. Namun hati tak kenal logika. Buai kata meluluhkannya. Fakta yang tak
tergapai olehnya, menumbuhkan benih rasa yang sia sia.
Kutarik kesimpulan. Mata yang semaunya sendiri,
mememutuskan hal yang tak pasti. Hati polos mudah dibodohi. Akal dengan sejuta sel
dan logika rumitnya, namun selalu kalah. Lalu siapa aku? Hatikah? Matakah? Akalkah?
Bukan. Aku adalah kesatuan akan himpunan rasa dan rasio.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar