Kamis, 24 Desember 2015

Tidak Jelas


                Hanya cuap cuap sederhana, ditemani segelas air hangat. Rasa membuncah dari dalam yang menjadi alasan bagi Re mengetik lembaran ini. Gelisah. Ini berawal dari hari kemarin. Hari ibu. Tidak, ini berawal sejak tangis pertamanya di bumi, sejak takdirnya tertulis dilangit. Re tak paham akan hatinya sendiri. Ia berlari bergejolak tak terkendali.

Hari ibu. Re melirik sekilas televisi yang menayangkan serangkaian acara tentang ibu. Derai airmata pemain tak mengelabuhinya sama sekali. Jangankan menangis menatapnya saja tidak. Hanya lirikan sekilas. Aneh, hatinya sama hambarnya dengan air putih yang ia tegak. Re merasa tersudut diantara milyaran manusia di bumi. Apa hanya ia sendiri? Ataukah rasa ini hanya singgah sementara karna  pertengkatannya dengan ibunya? Terkadang hatinya bertanya, Apa segalanya dapat berubah? Terkadang jiwanya  berandai, Jika sejak lahir takdir tidak seperti ini?  Akankah semuanya lebih indah?

Sejak otaknya mampu diajak  berpikir, tepatnya sejak  delapan tahun lalu. Pikiran pikiran itu mengisi tiap ruang otaknya. Tapi kini diumur dimana hatinya mampu diajak merasakan. Re sadar ia tak dapat memilih kehidupan mana yang ingin ia jalani, tapi hidup yang memilihnya. Ia dipilih untuk menjalani dan menjadikan segala rasa kehidupan menjadi indah.

            Re mulai mengerti, setiap hidup itu indah, bagaimanapun rasanya entah pahit, manis, asin, atau hambar sekalipun takdir tetaplah indah, tak ada yang lebih baik dari ini.  Tentang keluarganya yang penuh gejolak perkara, tentang hubungan rumit dengan ibunya. Tentang hidupnya yang  ia sendiri tak begitu paham. Re mulai belajar menerimanya. Meski kadang datang  hari seperti ini, dimana hatinya gelisah dan sedih. Dimana ia tak menemukan jawaban atas tanda tanyanya. Tapi ia harus tetap berjalan.

Jumat, 04 Desember 2015




Terkadang ku ingin menjadi kupu kupu, dimana hidup tak perlu menunggu satu tahun berlalu. Singkat. Adakalanya aku ingin menjadi awan yang sewaktu waktu bisa lenyap.

Tapi ini lah aku, sosok makhluk Tuhan yang sempurna. Manusia, dimana rasa haus tak pernah terpuaskan.
.
.
.

Kamis, 19 November 2015

Lembar untuk ibuk 'nenek' ku



Bulan november, tahun ke 2, di bangku SMA. Hanya seperti ini, terkadang menjenuhkan. Terkadang kumemuji hari hari yg kulalui. Tapi terkadang kumemakinya. Perubahan demi perubahan tiap tahun menimpaku. Tak terasa jiwaku mendewasakan dirinya. 
Tak ada kisah yang dapat kutuang dalam lembar ini. Hanya biasa seperti pada umumnya, ombak permasalahan memang ada tapi entah kenapa enggan menorehkannya disini. Bahkan sudah lama tak kusapa diaryku.
Tapi sejujurnya, banyak yg kulalui. Akhir2 ini aku sadar akan berharganya seseorang. Ya. Yg ku pikir akan selalu ada.
Menata kegiatanku, menjaga kesehatanku, meluruskan perilaku menyimpangku, mebereskan buku2ku, tak henti membawa sepiring makanan meski sring kutolak., mencuci pakaianku, memasukan uang ke sakuku, tak terhitung, takan mampu lembar ini menampung segala campur tangannya dalam hari hariku.
Ibuk betapa berharganya kau dalam hidupku. Ibuk bukanlah ibuku, tapi ialah nenekku, yang bagiku lebih dari seorang ibu. Tetesan air mata menyempuranakan ketulusan akan lembar ini. 
Yang bersuara dari dalam jiwaku. Berteriak lembut memanggil namamu. Ingin ku berucap. Terimakasih. 
 
Bahkan kuingin ungkapkan lebih dari itu sampai tak ada satupun kata tertuang,  yang mampu mewakili rasa terimakasihku padamu. Aku menyayangimu. Nenekku adalah satu dari sekian hadiah indah yang diberikan Tuhan untukku.

Selasa, 08 September 2015

apalah

Senja.

 Akhir akhir ini aku mengaguminya. Saat dimana aku sendiri, terterpa sinar damai. Lembut. Bersama alunan musik kuputar kenangan yang kulalui dari umur ke umur.

Seperti baru kemarin namun terasa jauh. Hening, hanya kicau burung berbaur instrumen klasik. Di senja ini, gravitasi  menyeretku kembali pada kepingan peristiwa lalu.
Aku teringat, masa kecil, berbonceng dengan ibu dan bapakku, buah nangka diantara kami. Masa itu bagaimimpi. Aku yang mungil terapit diantara hangatnya keluarga. Aku juga teringat dengan ‘sedan’ yang didalamnya ada aku, masku, mbakku dan kedua orang tuaku. Bercengkrama, tertawa. Seakan mimpi.

Tak luput , kenanganku dengan kedua saudaraku dimana yang ada hanya keluguan, kepolosan, tanpa beban masalah yang berati. Aneh yang ada disudut otakku hanya manis masa itu. Kenangan pahit lenyap akan waktu. seperti baru kemarin tapi terasa sangat jauh. Jauh.

Saat kubuka mata, senjaku berganti malam. Sepi. sendiri. Perpecahan diantara kami. Memaksaku berjalan sendiri.menuntunku pada kedewasaan. masa kecil yang kupercaya akan abadi kini mengingkari. Adzan maghrib, menyentakku, menegurku akan kewajiban ibadah rutin. Mengingatkanku akan setumpuk tugas, ulangan yang masih menunggu untuk dijamah. Cukup sampai disini. Akan kunanti damainya senja dikemudian hari.

abal abal

Detik penyesalan
 
Telontar juga ungkapan pedasku,
 Tanpa pikir hancurlah hatinya
Telah kukoyak kelembutan hati
Tak mampu kudengar bisikan nurani
 Yang ada hanya amarah gelombang emosi


Umpan tak diundang mengaitku dalam
 Satu detik telah berlalu
Detik yang satu kali dalam hidup
 Tak mampu ku kembali pada detik itu
Kini hanya tersisa berkas penyesalan
Ruang otakku kosong, tak mampu berpikir
Mulut ini telah memutus rantai persabatan  


Sorot matanya memantulkan aku sebagai sosok mengerikan  

Ia hanya terdiam membisu
  Menyelami kesakitan dalam jiwa

 Sebongkah kecewa  mengganjal hatinya
  Linang air matanya tak terbendung
Akulah orang yang menoreh luka dalam  Menancapkan paku abadi  


‘Maaf’ ingin kulontarkan,
Tapi mulutku kaku,
Akankan satu kata cukup menghapus sakit itu? Akankah kata itu mampu membalut lukanya?
Tak berkutik aku disini
Hanya terdiam
Terbenam dalam laut penyesalan

Minggu, 30 Agustus 2015

Ini bukan cerita



Kertas 'lagi'. ini ke 20kalinya, kutemui kertas terpampang dilokerku. sisanya ada yang dilaci atau terselip pada buku fisika. teka teki yang selalu diputar putar, apa mungkin pengagum rahasia? mitos. layakkah aku menjadi putri yang dikagumi kaum adam? ayam pun enggan milirikku. badan bengkak dengan kaca mata jumbo bertengger dimataku. terselip pula novel kobochan dilenganku. banyak teman yang bilang aku stadium akhir. tapi tak kugubris, inilah aku apa adanya. and i'm happy for that.

berawal dari hari senin, hari keramat teramat menyebalkan. kertas pertama kutemui tertempel pada spion motorku. kertas yang bertulis "Hai cantik" sudah bisa ditebak pasti salah motor, mungkin ia bermaksud menempel ke spion winda, siswi paling cantik seantero sekolah. jujur aku sedikit kesal dengannya. bukan karena iri, hanya saja sebah melihat motornya yang sama denganku. tas pink cetarnya yang sebelas duabelas denganku. bahkan sepatupun kita kembaran! adakalanya saat berjalan tak jauh darinya, kudengar sorak sorai kelas sebelas "Tas pink dicari rangga!" hati berasa melayang mendengarnya, tapi saat kutoleh kebelakang. terpampanglah sosok dinda dengan tas pink cetarnya. yeah, its trap.

Jadi wajar saja jika kupikir kertas itu untuk dinda, tapi anehnya. dua hari setelahnya kutemukan lagi' kertas berwarna biru muda, terselip dibuku fisikaku, "jika ingin melihatku, kutunggu dikantin :)" sontak kulayangkan kakiku menuju kantin, seisi kelas tercengang melihatku, bahkan Iwan sampai  terbangun dari tidur "gajah terbang" gumamnya.